Buku simple tapi bermakna, lahir dari kejujuran dan rasa ingin berbagi. Panduan ringan menulis buku dari hati untuk siapa pun yang ingin mulai menulis.
Ada orang yang bilang, menulis buku itu pekerjaan besar. Harus pintar, harus banyak waktu, harus tahu teori sastra.
Tapi kalau dipikir-pikir, banyak penulis justru memulai dari hal sederhana. Dari kegelisahan kecil, dari cerita yang tidak sempat diceritakan, atau bahkan dari secarik catatan di belakang nota belanja.
Aku sendiri percaya, buku yang menarik itu bukan soal tebal atau rumitnya isi. Tapi soal rasa jujur di balik tiap kalimatnya.
Tulisan yang datang dari hati akan terasa hidup — dan kejujuran, sekecil apa pun, selalu punya daya tariknya sendiri.
Kadang inspirasi datang di waktu yang tidak kita duga. Pernah suatu kali, aku sedang jalan santai ke toko buku terdekat, cuma ingin lihat-lihat. Tidak ada niat beli apa-apa. Tapi begitu melihat rak-rak penuh buku yang belum pernah kusentuh, entah kenapa, muncul keinginan sederhana: “Mungkin aku juga bisa menulis satu.”
Itu titik awal.
Bukan karena tahu bagaimana caranya, tapi karena ingin mencoba.
Menulis buku yang simple itu tidak berarti menulis asal-asalan. Justru, di balik kesederhanaan, ada ketulusan yang tidak bisa dipaksakan. Mulailah dari sesuatu yang kamu kenal. Cerita tentang dirimu, tentang temanmu, tentang tempat yang kamu rindukan. Jangan takut kalau rasanya terlalu kecil — pembaca justru menyukai hal-hal kecil yang terasa nyata.
Kalau kamu bingung harus mulai dari mana, tulis saja dulu. Tak perlu rapi, tak perlu berpikir apakah orang akan suka atau tidak.
Tulis dengan nada bercerita, bukan mengajar. Seolah kamu sedang berbicara pelan pada seseorang yang mengerti kamu. Kadang di situlah tulisan jadi menarik, karena terasa akrab.
Jangan buru-buru selesai.
Nikmati prosesnya.
Ada saat-saat di mana kamu merasa kosong, tidak tahu mau lanjut ke mana. Tidak apa-apa. Tutup laptopmu, pergi keluar, hirup udara, atau mampir lagi ke toko buku terdekat. Lihat-lihat judul, baca satu-dua halaman buku orang lain. Biasanya setelah itu, kata-kata akan datang sendiri.
Dan kalau sudah menulis, jangan takut menghapus. Revisi bukan tanda gagal. Itu bagian dari perjalanan.
Banyak penulis besar justru menemukan gaya terbaiknya setelah berkali-kali mencoret kalimat yang tidak pas. Kadang butuh waktu lama untuk menemukan satu kalimat yang terasa “klik”.
Yang penting: tetap tulis dari hati.
Tulisan yang lahir dari perasaan jujur akan selalu punya tempat. Bahkan kalau cuma dibaca oleh segelintir orang, buku itu tetap berarti — karena ia menyimpan bagian dari dirimu.
Pada akhirnya, menulis buku bukan cuma tentang hasil. Ini tentang perjalanan mengenal diri sendiri, tentang belajar mendengarkan pikiran yang sering kita abaikan.
Dan siapa tahu, suatu hari nanti, saat kamu melangkah masuk ke toko buku terdekat, kamu melihat bukumu berdiri di rak — di antara ratusan buku lain, menunggu seseorang yang akan jatuh cinta pada kisahmu.
